Senin, 09 Juni 2008

tragedi cinta danau toba


[suhunan situmorang; blog berita; bagai romeo dan juliet]

Seorang pembunuh masuk penjara, lalu pacaran dengan putri kepala penjara, kemudian kabur dari penjara demi sang kekasih, dan akhirnya ditangkap aparat — tak jelas apakah dia mati dibunuh atau masih hidup. Hingga kini, setelah 34 tahun berselang, sang putri masih melajang dan selalu berharap lelaki pujaan hatinya itu akan muncul. Benar-benar cinta yang abadi.

Pangururan Kab SamosirArtikel berupa berita ini ditulis oleh Suhunan Situmorang — advokat pada Nugroho Partnership, Jakarta, juga penulis novel Sordam — yang kuterima di imelku, bataknews [at] gmail [dot] com.

MALAM ITU PARA lelaki dewasa, umumnya bermarga Situmorang dan Sitohang yang tergabung dalam paguyuban klan Sipitu Ama, hampir tak tidur. Semburat amarah dan ketegangan tergurat di wajah mereka. Pembicaraan tak putus-putus, asap rokok berkepul-kepul. Sejak pagi rumah kami dipenuhi orang, dijadikan semacam posko darurat. Sesekali tentara, polisi, sipir penjara, keluar-masuk. Sebuah kejadian mirip kisah Romeo dan Juliet menggemparkan warga kota mungil di tepi Danau Toba itu.

RS, seorang gadis SMA, dibawa kabur seorang pria. Sebetulnya tindakan semacam bukan hal yang harus mengundang kegemparan bagi masyarakat-adat Batak. Masalahnya, sang lelaki berstatus narapidana! Baru hitungan bulan ia huni lembaga pemasyarakatan (LP) Pangururan karena tindak pidana kelas berat: membunuh seorang kerabat semarganya, melukai dua lainnya, karena konflik perbatasan tanah (parbalohan).

Tak disangka, diam-diam RS menjalin asmara dengan BS, narapidana yang terbilang tampan dan tubuhnya mirip atlet tinju itu. Ayah RS yang kami panggil ompung (kakek), tak lain kepala LP (sekarang disingkat Kalapas). Rumah dinasnya berbatasan langsung dengan sisi barat LP yang cuma dibatasi pagar tinggi berlapis kawat duri peninggalan Belanda dan tanaman perdu.

Masih jelas kuingat wajah lelaki nekat itu. Manakala melintas di depan LP yang kebetulan satu jalan dengan rumahku, Jln. Kejaksaan, Tajur, acap ia berdiri di halaman depan LP, bertelanjang dada, berkeringat, usai kerja. Tapi ia tak seperti narapidana lainnya yang suka menyapa anak-anak Tajur agar diberi rokok, cabe, garam, gula, kopi, ubi, atau sisa makanan di rumah. Napi yang satu ini agak beda. Pendiam, terkesan angkuh, menjaga harga diri dengan cara tak meminta-minta, seolah ingin berkata bahwa dirinya bukan terpidana sembarangan. Warna kulitnya sawo matang, mulus, tak legam sebagaimana lazimnya petani. Bentuk mukanya pun tak seperti wajah Batak pedesaan kebanyakan. Andai bukan napi, pantaslah bila ia diidamkan kaum wanita.

Hampir semua napi (kecuali yang dianggap berbahaya) melakukan sosialisasi dengan penduduk setempat. Tenaga mereka digunakan pengusaha kedai makan dan orang-orang yang melakukan hajatan adat. Upah mereka dibagi dua, sebagian ke sipir penjara, sisanya ke kantong mereka. Selama bekerja di luar penjara, sipir tak perlu mengawasi; herannya, belum pernah terdengar ada napi kabur.

BS belum dibolehkan mengikuti program pemasyarakatan-kembali, mungkin karena masih anyar dan kasusnya pidana kelas kakap. Ia jarang menyapa orang atau sekadar melempar senyum, dan sepertinya memendam amarah karena belum bisa menerima hukuman atas perbuatannya. (Masa itu, majelis hakim datang dari Balige, jadwal sidang tiap Rabu). Cerita orang-orang penjara, sesungguhnya ia “bukan pembunuh”, malah beruntung bisa memenangkan pertarungan berat sebelah melawan tiga lelaki dewasa—masih kerabatnya—yang tiba-tiba menghadang dirinya dengan parang di ladang ubi dan palawija orangtuanya. Kalau tak tangkas berkelahi, lehernyalah yang dipenggal. Sayangnya, saat itu dan hingga kini, belum ada pengacara praktek di Pangururan untuk membela dirinya agar tak dibui 15 tahun. KUHP memungkinkan peringanan hukuman bagi orang-orang yang (harus) membunuh demi membela diri.

Di balik sikap dingin BS, tak dinyana, ia lesatkan panah asmara ke dada RS. Entah bagaimana cara mereka berkomunikasi, dugaan orang-orang, dilakukan dari balik pagar kawat duri sisi kanan LP dan lewat surat-surat. Cinta mereka tumbuh lebat dalam hitungan bulan, apinya membara tak terpadamkan. Bila menunggu selesai masa hukuman, alangkah lamanya. Diam-diam mereka rancang pelarian, dan suatu subuh berhasil meloloskan diri. Cara pelarian BS simpang-siung. Ada yang bilang, RS mengambil anak kunci LP dari kantong ayahnya dan membuka sendiri gembok pagar LP dari luar. Sebagian mengatakan, RS menggunting kawat duri tebal, dicicil berhari-hari. Sebelah kiri halaman rumah RS berbatasan memang dengan pagar LP, tumbuh lebat berbagai tanaman. Seseorang bisa berondok melakukan kegiatan tanpa ketahuan.

Petugas dan puluhan pengisi penjara yang tak begitu besar itu tentulah geger. Lebih menggegerkan lagi setelah tahu, BS juga memboyong putri pak kalapas. Kesimpulan orang-orang, RS diguna-gunai BS. Ia kena sihir dorma sijunde, sejenis pelet pemikat wanita yang konon amat ampuh. Bagaimana mungkin anak pejabat LP (masa itu kalapas termasuk jabatan elit) mencintai napi pembunuh dan nekat membobol penjara bila tak dimejik?

Polisi, petugas LP, pegawai kejaksaan, panik. Di rumah kami, kaum Sipitu Ama, kebetulan ayahku ketuanya, heboh dan tegang. Mereka amat geram dan merasa dipermalukan BS. Ibuku menggelar tikar-tikar pandan untuk menampung puluhan tamu, di dapur kaum perempuan sibuk menyiapkan minuman dan makanan untuk banyak orang, tanpa diperintah.

Kebetulan komandan Puterpera (Koramil sekarang) masa itu bermarga Situmorang, dua polisi senior bermarga Situmorang dan Sitohang, dan camat Sinaga beristrikan boru Situmorang pula. Jadilah pertemuan mereka layaknya rapat Muspida. Sejak pagi hingga tengah malam rumah kami disesaki kerabat dan tetangga. Diam-diam hatiku senang. Ada keramaian, ada ketegangan, ada gunjingan yang mendebarkan, banyak makanan…

Menurut laporan kurir yang sengaja dikirim mengintip, BS dan RS ada di Huta Ginjang-Sagala, kampungnya BS, persis di pinggang Pusuk Buhit—gunung yang dikeramatkan dan dianggap suci, sumber mitos manusia Batak pemula. Tim pemburu dibentuk, persiapan penyergapan dimatangkan. Dua kendaraan sudah parkir di depan rumah, satu jip Willis milik dinas kehutanan, satu mobil bak terbuka milik tentara. Rencana penyerbuan dirancang sang komandan Puterpera, sekaligus pimpinan “pasukan” yang terdiri dari dua tentara, dua polisi, dua utusan marga; tak termasuk seorang “wartawan gadungan” pelajar kelas satu SMP bertubuh kecil yang sangat ingin tahu.

Pukul dua pagi, pasukan bergegas. Aku, yang sengaja lek-lekan seraya melawan kantuk berat, meloncat ke bak belakang mobil pick-up dan langsung tiarap agar tak ketahuan. Rombongan bergerak, jip Willis di depan. Udara sungguh dingin, membuat tubuhku menggigil sembari meringkuk membelakangi kabin pick-up. Jalan sunyi dan gelap yang dilewati rombongan melewati kanal Tano Ponggol buatan Belanda yang memisahkan Samosir dengan Sumatera, lalu belok kanan menuju Aek Rangat—sebuah lokasi wisata pemandian air panas alami di kaki Pusuk Buhit, di atas danau.

Lewat Aek Rangat, kendaraan menanjaki jalan berbatu, berlobang-lobang, berkelok-kelok, sebelum berhenti di atas desa Tulas. Huta Ginjang masih ratusan meter di atas, mendekati puncak Pusuk Buhit. Gelap gulita di sekeliling, bulan tak muncul, bintang diselubungi awan, suara-suara jangkrik dan serangga malam mengusik keheningan. “Komandan pasukan” memberi pengarahan sebelum bergerak menanjaki jalan setapak sembari membawa senjata laras panjang, pistol, parang, kayu pemukul dan tali.

Saat itulah muncul penyesalan dalam hatiku, kenapa memaksakan diri ikut. Ada rasa takut bila sendirian di mobil, selain tak tahan menahan dinginnya udara. Bila menyerah, pastilah didamprat amanguda, sang komandan tentara; manusia galak nan tegas namun berhati baik. (Ia layaknya ayah kedua bagi kami anak-anak ayah). Akhirnya kuputuskan mengikuti mereka dari belakang, diam-diam, mendaki tanpa penerangan.

Ternyata rumah BS lumayan jauh dari tempat kami berhenti. Napasku sudah ngos-ngosan, semak belukar yang dibasahi embun pagi sungguh menyebalkan—dingin menusuk bila kena kulit. Tiba di sebuah perkampungan yang hanya diisi sedikit rumah, senter dimatikan, kepala rombongan memberi pengarahan. Tubuh mereka bagai hantu-hantu yang berkerumun. Rumah BS langsung mereka kurung, dan…brak! Pintu rumah kayu yang ringkih itu mereka dobrak bertubi-tubi. Aku heran sekaligus takjub, semudah itu mereka dobrak pintu rumah BS. Dasar serdadu!

“Angkat tangan! Jangan bergerak! Jangan ada yang melawan, mana BS dan RS?”

Terjadi kegaduhan. Penghuni rumah yang ternyata beberapa keluarga, berteriak-teriak. Kaum perempuan dan anak-anak sontak bertangisan. Orangtua dan saudara-saudara BS rupanya melakukan perlawanan. Di luar rumah, seorang polisi meletuskan senjata. Dor! Dor! Dor! Jantungku berdebar kencang, kakiku gemetar, perasaanku kacau-balau. Kegaduhan berlanjut, kaum perempuan kian menjerit ditingkahi bentakan tentara dan polisi. Aku panik di semak-semak, takut kena peluru nyasar, cemas dipatuk ular.

“Biarkan aku di sini Bapaku, rajaku…!” teriak RS sambil meraung, “Ampun…kumohon Amanguda, jangan pisahkan kami!”

Gaduh!

“Diam…! Tutup mulutmu! Bikin malu!”

“Ampun Ito, jangan pisahkan kami! Jangan pukuli mereka, Bapa! Mereka tidak salah…”

“Diam…! Bikin malu!”

“Aku sangat mencintainya, Amanguda…! Kami saling mencintai, Bapa…!”

“Tutup mulutmu! Bawa dia ke jip!”

RS diseret keluar rumah, BS bersama orangtua dan dua abangnya digelandang. Aku bergegas menuruni perbukitan, beberapa kali tergelincir, lenganku luka gores.

Salah seorang amanguda kaget melihat badanku rebah di bak mobil. Mulutku gagap menjelaskan, lalu disuruh pindah ke kabin depan. BS bersama ayah dan dua saudaranya diletakkan di bak mobil, tangan mereka diikat, diawasi tentara dan polisi. RS susah-payah dibawa ke jip, tubuhnya diseret menuruni jalan setapak sambil histeris.

Sepanjang jalan pulang yang penuh kabut, kami membisu. RS tetap berteriak-teriak dan berusaha meloncat dari jip yang melaju perlahan. Sesekali kulirik ke belakang lewat kaca dinding kabin belakang. Hidung dan bibir BS, juga ayah dan saudaranya, agaknya berlumur darah.

Aneh…, diam-diam muncul keinginanku membebaskan mereka. Andai dapat, ingin kubantu mereka melarikan diri, berlari dan berlari untuk mendaki perbukitan tinggi yang mengitari lembah Sianjurmulamula, lalu bersembunyi di hutan Laepondom. Kusesalkan kebodohan BS dan RS yang tak memilih kabur dengan menumpang bus jurusan Sidikalang atau Doloksanggul-Tarutung. Sungguh pelarian yang tanggung-tanggung.

Menjelang kedatangan matahari, kami tiba di Pangururan. Para “tawanan” itu langsung dijebloskan ke ruang tahanan polisi, sementara RS dibawa ke rumahku. Ia dikurung di kamar tengah. Bergantian kaum ibu dan bapak menemuinya, memberi nasehat, juga memarahinya karena telah menorehkan aib di wajah orangtua dan klan Sipitu Ama.

RS tak mau dengar, menutup telinga sambil menjerit, meratap, meraung, minta dikembalikan pada kekasihnya. Acap tubuhnya berguling-guling sambil meraung dan meronta. Masih kuingat kata-kata seram yang sering diucapkannya bersama ratap yang menyayat-nyayat kalbu: ”Walau pisau tajam sudah kalian siapkan untuk membunuhku, aku akan tetap memilih BS…!” Terkadang: “Ooo..Among, inong, inanguda, amanguda, ito, eda, lebih baiklah kalian bunuh diriku daripada berpisah dengan BS…! Dialah lelaki satu-satunya yang kucintai dan mencintaiku di bumi ini..” Dan, ketika ayahku coba membujuk agar ia tenang, ia menangis seraya mengiba-iba: “Among yang baik, Bapaku…, Ito-ku nalagu…, kasihanilah kami. Restuilah hubungan kami, Ito…”

“Sadar kau R***, dia itu mengguna-gunaimu!” kata yang satu, “Dia itu pembunuh!”

“Berdoa kau ito supaya kekuatan setan yang dipakai BS memikat dirimu dilepaskan Tuhan!” ujar yang satu lagi.

“Aku tidak diguna-gunai…!” teriak RS histeris dengan mata membelalak, “Aku sadar melakukannya! Aku sangat mencintainya!”

Jeritan namboru-ku itu sungguh menyayat hati. Jujur, airmataku menetes, dan… muncul rasa benci pada ayahku dan semua kerabat Sipitu Ama, walau pernah tertangkap mataku, ayahku menyeka airmatanya dengan punggung tangannya. Menurutku, mereka amat kejam memisahkan RS dan BS—dan dihajar pula bersama ayah dan kedua saudaranya.

Tatkala malam sudah larut dan orang-orang yang ditugaskan jaga sudah berlelapan, raung tangis RS yang terus memanggil BS, Tuhan, bahkan… hantu-hantu, membuat bulu tubuh merinding. Suasana semakin mencekam ketika anjing-anjing kampung melolong bersahutan di kejauhan.

Rapat marga akhirnya memutuskan, RS dipindahkan ke Jakarta—ke rumah kakaknya yang sudah menikah. Lusanya, pagi-pagi, ia dipaksa naik kapal kayu bermotor menuju Tigaras, lalu dengan bus ‘Laut Tawar’ dibawa ke Medan via Siantar. Ia berteriak-teriak memanggil-manggil kekasihnya yang masih ditahan di kantor polisi. Orang-orang Pangururan mengaku, sering mendengar jeritan BS, ayah dan kedua saudaranya, yang kesakitan karena disiksa petugas. Dua minggu kemudian, BS dipindahkan ke LP lain, kabarnya ke LP Sibolga. Ayah dan kedua saudaranya dilepas setelah beberapa hari ditahan dan diinterogasi.

Hingga sekarang, kadar cinta RS pada BS tak susut-susut. Cinta yang melekat di hatinya ternyata bukan akibat guna-guna atau manipulasi dorma sijunde—yang katanya mudah pudar itu. Terbukti, hingga menjelang masa pensiunnya di sebuah kantor instansi pemerintah, ia tetap melajang, hidup bersama pembantu di rumahnya yang bersahaja di wilayah Jakarta Timur. Gairahnya selalu meluap manakala BS disinggung, wajahnya akan berbinar beriring senyum walau melankolis menuturkan kisah cintanya yang tragis itu. Saat bercerita, ia seolah gadis yang beranjak dewasa dan baru merasakan dahsyatnya getar asmara, dan BS masih lelaki tampan yang usianya belum 20 tahun.

Tak pernah diketahuinya di mana BS berada; juga tak tahu, masih hidup ataukah sudah mati. Tapi ia seolah yakin, suatu saat, BS akan datang menjemput dirinya untuk melanjutkan jalinan cinta yang dipenggal paksa 34 tahun lampau. [www.blogberita.com]

SUHUNAN SITUMORANG (Jakarta)CATATAN SUHUNAN SITUMORANG:
Kisah cinta R*** boru Situmorang (RS) yang kami sapa namboru karena derajat hubungan kekerabatan, tak saja langka, juga memedihkan jiwa. Pengalamannya menguak lagi di benak setelah bertemu seorang polisi bermarga Situmorang di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Senin pekan lalu. Setelah martarombo atau mengusut hubungan kekerabatan—hal yang “wajib hukumnya” bagi orang Batak—ternyata ia sepupu RS. Sambil menunggu sidang perkara merek dagang klien kantor, kami membincangkan RS dengan nada simpati dan prihatin. Bila ada keluarga dekat RS atau B*** Sagala (BS) membaca kisah ini, tak ada maksud mengeksploitasinya, semata-mata untuk membagi kisah dua insan pada pembaca blog ini—semoga berfaedah bagi dunia batin. Silakan beri koreksi bila ada hal yang dianggap tak akurat.

Foto di awal artikel ini adalah gambar kota kecil Pangururan, ibukota Kabupaten Samosir, yang terletak di tengah Danau Toba. Foto dijepret oleh Jogi Situmorang, anak Suhunan, pada Desember 2006.

Artikel terkait:

  • Untuk membaca artikel-artikel Suhunan sebelumnya, klik foto berteks ARTIKEL SUHUNAN di sisi kiri atas blog ini.
  • Artikel terbaru dalam diaryku klik di sini.

Silakan bila ingin mengutip artikel dari blog ini, dengan syarat menyebut sumber. Bila dikutip untuk website, blog, atau milis, maka tuliskanlah sumbernya www.blogberita.com dan buatkan link ke artikel bersangkutan. Bila dikutip untuk koran, majalah, bulletin, radio, televisi, dll, maka tulislah/ sebutkanlah sumber kutipannya; www.blogberita.com.


  1. Farida Simanjuntak

    Membaca artikel ini, tidak ada kata-kata yang terucap dan perasaan sentimenku muncul lagi dengan bergulirnya air mata. Mungkin inilah yang disebut dengan rokkap/jodoh yang benar-benar Tuhan beri. Cinta sejati yang tidak mengenal perbedaan. Membaca cerita cinta antara BS dan RS, dalam hati aku hanya bisa berdoa semoga Tuhan memberi mereka kesempatan sekali lagi untuk bertemu dan menyambung kembali cinta mereka. Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Seandainyanya pun BS sudah meninggal, biarkan RS tahu supaya dia bisa berdoa untuk kedamaian tidur panjang kekasih hatinya.

    Tidak bisa kubayangkan perasaan RS saat dipaksa berpisah dari BS dan betapa teganya orang-orang yang memisahkan mereka. Pasti ini adalah bagian terpedih dalam perjalanan hidupnya yang akan menemani kesendiriannya. Yah…. semoga Tuhan menunjukkan keberadaan BS saat ini…. Memang benar, Cinta bisa mengalahkan logika….Cinta adalah sebuah perjuangan….Dan cinta sejati tidak akan pernah mati…

  2. gelleng

    Cintaki holan tu ho do,ito hasian nalaguuuuuu….Holong ki holan tu ho do ito hasian na burjuuuuu…………….uuu.Cinta suci yang berakhir dengan tragis,rasa haru tak dapat kusembunyikan membaca tulisan diatas,sungguh menyentuh relung lubukhati.Kiranya yang Maha Pencinta itu akan menunjukkan yang terbaik bagi ito ini,sehingga dia akan menemukan seseorang dimana dia boleh berbagi rasa,suka dan duka.Bang Suhunan aku mau tanya sesuatu boleh aku dapat imel abang? moleate sebelumnya.

  3. JoeS

    Kisah memilukan bang suhunan. Kucermati dan kuhayati kata per kata. Merinding disko jadinya.

    Para tetua sering memvonis percintaan beda kasta ini karna pengaruh guna-guna, dll..padahal hati seorang perempuan, jika tersentuh maka akan menyayangi dan mencintai. Gitulah kira-kira.

    Teringat aku seorang dosen (pernah pembantu rektor di PTN di jawa), yang hingga usia baya masih menyendiri. Kisah sebenarnya juga memilukan. Keteguhan dan kemurnian cinta seorang wanita pada satu-satunya pria. Berbeda dengan di atas, si pria ini justru menikah dengan kerabat si dosen…wah…

    Dan kepada YS di Surabaya. Mantan kekasihku yang karna sesuatu hal kita tidak jadi menikah th 2002. Maafkan aku. Jika engkau hingga sekarang masih belum menikah (2 thn lalu kudengar kau belum married juga), sekali lagi aku minta maaf. Bukalah pintu hatimu untuk pria yang lebih baik lagi. Dan jika sudah, aku turut berbahagia. Mungkin bukan rokkapmu aku (soulmate) dan sebaliknya.

  4. krisna

    Woooww…
    Nggak tau mesti komentar apa… Sedih, terharu, kagum…

  5. Ompu Matasopiak

    Kisah cinta yg sangat menyentuh…!
    Aku langsung membayangkan bagaimana bila mereka bertemu saat ini, pasti mengharu biru…

  6. Par Bintan

    Ah, na malo ma memang abang on marcarita bah. Aku juga jadi ikut2an pro namboru kita itu. kalau diukur dengan nilai-nilai sekarang, orang tua kita dulu memang tidak menghormati ham.

    Oh ya kalau aku tak salah, bapak kita pernah cerita kalau abang kita nahum situmorang juga mengalami kisah cinta yang menyedihkan. Putus dan melajang sampai tua. Bisa abang ceritakan kisahnya?

    tapi ngomong-ngomong soal putus cinta, sebenarnya ada bagusnya motto kodam bukit barisan itu, patah tumbuh hilang berganti. tapi jangan seperti motto siliwangi “esa hilang dua terbilang”. Poligami nanti jadinya….he…he..he..

  7. Desy Hutabarat

    Manetek ilukku manjaha cerita on (jadi nangis aku baca cerita ini)
    Sedih kali aku bah, cinta yang dipenggal paksa, 34 tahun lalu, sampe sekarang masih mengharap, BS datang, tanpa tau dia masih hidup ataukah sudah mati, yang pasti, dia YAKIN dan kadar cintanya TIDAK BERUBAH
    Cinta yang sangat langka di jaman sekarang.

    @ Tulang Sunan
    Tulang, toho do bah ngeri cerita i (Tulang, bener yah ceritanya tragis)

  8. sorta

    Gak bisa komen…
    hanya air mataku jadi saksi….
    bagus–bagus, kita dibawa hanyut ke dalam kisahnya
    salut untuk ito Suhunan

  9. itikkecil

    Sedih baca ceritanya…. tapi kenapa ya kalau ada orang yang jatuh cinta pada orang yang dianggap salah pasti dituduh diguna-guna?
    padahal cinta bisa datang ke siapa pun….

  10. Dian Sidauruk (laki-laki)

    Kepada yang tercinta RS. Dari saya yang mencintaimu BS. Kepadamu kupetikkan syair ini. Mohon ijin kepada yang sangat saya hormati dan kagumi: Chairil Anwar.

    CINTAKU JAUH DI PULAU

    Cintaku jauh di pulau
    gadis manis, sekarang iseng sendiri

    Perahu melancar, bulan memancar,
    di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar,
    angin membantu, danau terang, tapi terasa
    aku tidak ‘kan sampai padamu.

    Di air yang tenang, di angin mendayu,
    di perasaan penghabisan segala melaju
    *Holong bertakhta, sambil berkata: *Cinta
    “tujukan perahu ke padaku saja”

    *Amangoi inang, dangolnai, jalan sudah bertahun kutempuh! *Duh Gusti
    Tapi *Hasian, cinta kita tak kan rapuh! *Kasih
    Sampe dijou Tuhan i…/sampai ajal memanggil
    Tong huingot ilu holongmi…./Airmata cintamu, ada di dadaku

    Hasianhu naburju, dao ho di si/Manisku jauh di pulau
    Molo di jou Tuhan i ho/Bila ajal tiba
    Ingkon dohot do ahu…/segera aku ke sana…
    Mandapothon ho…./menemuimu….
    Di si hupatotas holonghi…/membaringkan cintaku di pelukanmu
    ************************

    Thanks to lae S. Silebihterang, Kisah ini mengharukan, lebih mengharukan lagi karena ito kita RS sekian lama setia menunggu. Cinta sejati dibawa mati.

    Maulita atas sideview nya yang menawan. Sombu siholhu lae (rasa rindu terobati). Mari kutebak, kalau tak salah sideview nya, Siogungogung? Par Lumban Lintong do ahu lae. (saya orang Lumban Lintong). Ketika esempe di BM saya sering mengunjungi narapidana di LP itu bersama pastor R. Waterreuss (pastor kepala di Paroki Lumban Lintong) sekarang almarhum. salam hangat dan horas dari saya.

  11. Rim Marluat Napitupulu

    Memang tdk percuma lae Suhunan ini seorang Advokat dan Novelis. Kalau ada tulisan lae Suhunan pasti ada sesuatu yg berbeda yg menambah dinamika dan kekayaan berita Bataknews.
    Tulisan lae Suhunan benar2 menyentuh perasaan saya, saya tdk bisa membayangkan kalau seandainya cerita diatas terjadi pada saya. True love ending bitter in Samosir Island is title of the history. Cinta sejati sepasang anak manusia dipaksa berakhir oleh karena kekejaman dan ketidak mengertian daripada orang tua.

    Cerita diatas juga mengingatkan saya terhadap film titanic yg menceritakan cinta sejati, dimana yg membedakan adalah hal yg membuat cinta itu berkahir. Masih ada lagi legenda batu gantung di parapat dll. H memang cinta itu sangat indah dan penuh dgn misteri.

  12. Dane

    Hebat, haru biru…..
    Tapi tak seperti yang pernah kualami, perempuanku malah pergi begitu saja setelah ku “pelihara” 5 tahun. Hanya memberitahu ku 8 hari lagi akan menikah via SMS. Hanya permintaan maaf dan tangis yang kudapat saat ku telpon. Maaf atas semua janjinya 5 tahun itu hehehehe… Beda kali ya, perempuan jaman sekarang dengan yang duluu… emang ga semua sih…

  13. Yusnita

    Agoyy Amang…BS di mana kah dirimu berada??? Bisa di search by Google???

  14. Toga

    Lae Suhunan pernah bertanya, pada siapa aku belajar menulis. Dengan membaca cerita di atas, masih perlukan pertanyaan itu dijawab?

    Tutuma hamu, Laekku, jolma na tarpasu-pasu

  15. anton saragih

    sesudah membaca tulisan ini,aq menghubungi ibuku via telepon. aq hanya bisa menangis sembari meminta maaf kepada beliau. derita ibuku terbayang jelas dalam ruang otakku sampai detik ini. aq tidak tenang,,,
    perempuan memang ciptaan Tuhan yg paling sempurna,bukan manusia..!!

  16. Robinhood

    Benar-benar cinta sejati.

    OOT dikit nih…
    Semua tempat-lokasi yang di sebut diatas adalah tempat dimana aku di besarkan sampai dengan usia 8 tahun, sebelum pindah ke huta timur. Rentetan peristiwa diatas langsung mengingatkanku 30 tahun yang lalu. Tajur-Tano Ponggol-Tanjung Bunga-Aek Rangat-Tulas-Sagala-Huta Ginjang-Pusuk Buhit adalah tempat yang ngga akan pernah aku lupakan sampai akhir hidup.

  17. sopociis

    sedaffffffffffff

  18. sopociis

    ada yang terbangkitkan di dadaku.

  19. nina

    “Teringatmu”

    Dunia mengajarkan kita untuk belajar menangis
    tanpa harus bersedih dan menyesal
    Tanpa harus meratapi…
    Lalu, jika saat ini aku belum mampu
    meninggalkan semua kenangan, biarkan..
    Biarkan aku menyadari apa yang terjadi.
    jangan paksa aku bicara atau lupa,
    Karena ini bukan ilusi tapi ini nyata,
    perih ini ingin kunikmati perlahan hingga jeritku usaikan semua cerita, asa dan…
    Lepaskan gelang dan cincin itu,
    Karena melihatnya akan membuat kita terkenang
    Dan mengenangnya hanya akan melukai orang-orang yang kini ditakdirkan untuk hidup bersama kita…

    “Cinta sejati bicara tanpa minta penjelasan. Ketidakhadiranmu di sisi, mampu membuatku mencintaimu sepanjang masa”

    Bang Suhunan, makasih ya atas cerita indah ini. Aku tak ingin menangis, tapi bulir cairan kesedihan terus mengiringi jari-jari ini menekan keyboard. Makasih banyak ya bang..

  20. merdi sihombing

    OK DEEEEEEEEEEIIIIHHHHHHHH……………….

  21. icat. marbun

    :-( hiks..hiks…

    Cinta…………………………….

    terlalu sulit di pahami, tidak mudah dijalani
    tapi apalah arti hidup tanpanya.

    (*merinding aku membacanya bang** )

  22. muh andre raberta

    kisah cinta yang pedas, pedih, penuh petualangan, dan pertanda akan dahsyatnya kekuatan cinta antara mereka, oh cinta “Jika cinta memenggilmu datanglah kepadanya, meskipun jalan yang akan kau tempuh penuh duri dan mungkin akan melukaimu, jika sayapnya hendak mendekapmu, pasrahlah kedalam dekapannya, walau sebilah pedang yang tajam siap menghunusmu, (kahlil gibran, sayap-sayap patah) cinta tak pernah salah, dia tidak pernah mengambil apapun dari manusia, tapi cinta memberikan dirinya.

    Oh Tuhan,

  23. SMN

    Tragis, kisah cinta yg memilukan hati.
    Wah, akhirnya keluar lagi cerita lae Suhunan ini bah. Mantap lae, hehehehe.
    Salut dan tetap semangat! Horas!

  24. Sinaga Bonor

    Wow…kata yang hanya terucap dari bibirku.
    Kali ini Lae Jarar is good but Lae Suhunan Situmorang is the best..

    @Lae Suhunan
    Ada gak alamat paribanku tsb.. He…he..Biar makin dekat kekerabatan kita..

    @Par Bintan
    Horas Tulang, aku kenal ama tulang waktu aku di Lagoi 7 tahun yang lalu. Tapi aku yakin tulang gak kenal samaku..
    Salam kenal.. Fendi Sinaga,Ex Club Med Bintan dan Ex Angsana.. Bagaimana kabar BRC?? Pak De masih di BRC kah? Salam buat beliau..

    JARAR SIAHAAN: :D kwa-ka-kak…. memang sedap kali cara lae mengompori kami para penulis di blog ini agar berkarya semakin mantap. cemmana, kapan mudik ke samosir? jangan lupa singgah di balige, ya. dan jangan lupa pesanku dulu: buah kurma asli tanah arab.

  25. Sinaga Bonor

    Pesanmu akan selalu kuingat laeku,hanya menunggu waktu yang sangat tepat.. Btw, lae mau kurma yang orisinil aja atau yang udah di isi dengan cashewnut (kacang mente) ? Tabo do memang na manganto on,alai dang adong dope ongkos mulak (Enak memang yang merantau ini,tapi belum ada ongkos pulang)..Hiks.hiks.
    Salam damai selalu laeku.. Horas dari Jerman ( sementara )

    BLOG BERITA: bah, rupanya lae online dari jerman. tadi kupikir masih di uae. apakah lae jadi pindah kerja? okelah, laeku, sukseslah di sana. soal kurma itu, namanya juga oleh-oleh, jadi aku ikhlas saja. terserah lae kurma rasa apa, yang penting asli dari jazirah arab. horas dari balige, tepi danau toba.

  26. Denny Sitohang

    Lae Jarar, narasi mu mantap kali kuliat bah!

    JARAR SIAHAAN: :) narasiku yang sealinea itu bisa jadi mantap, seperti kata lae, tapi alinea-alinea sesudahnya, deskripsi lae suhunan, waduh makjang! bikin emosiku ingin menangis dan memaki-maki aparat keparat itu. nanti kubalas imel lae.

  27. Par Bintan

    @sinaga bonor
    sinaga yang mana satu nih? seperti biasa kan dimana-mana ada “sinaga jumpang” he..he…he..

    Soalnya dulu di lagoi ada kawan marga sinaga yang sangat pemalu dan sudah lama menjomblo. akhirnya suatu hari saya bawa martandang ke Tanjung Uban dan kenalkan sama satu boru hutabarat yang cantik dan pintar kayak si Desy yang lulusan bogor dan PA itu. Singkat cerita, setelah aku dan boru barat ini mendominasi pembicaraan selama hampir dua jam, aku mulai kehabisan bahan karena memang niatnya cuma mau jadi mak comblang untuk laeku sinaga ini. Lalu aku melirik lae sinaga ini dan berkata:

    “Jadi pasahat hamu ma lae hatamu to itoanon” (Jadi sampaikanlah lae maksud hati lae sama ito boru hutabarat ini)

    Sinaga ini menoleh ke arahku dengan tersenyum malu-malu dan sambil meremas kedua tangannya. Setelah terdiam beberapa saat kemudian dia menoleh ke boru hutabarat itu. Tapi kemudian dia menoleh lagi ke arahku masih dengan senyumnya yang malu-malu dan rona wajah mulai memerah.

    “Jadi nungnga boi sonari dokkononku hataku lae?” (Jadi saya sudah bisa bilang sekarang lae?)

    Saya mulai merasa sedikit gembira dan dengan bahasa isyarat memberinya kekuatan agar berani menyampaikan isi hatinya kepada boru hutabarat itu.

    Akhirnya kata Sinaga ini kepada boru barat itu:

    “Jadi ido tutu ito. Mauliate ma di tikki ni ito manjalo hami. Sonari nungga boi mulak ma jo hami ateh”. (Jadi betul ito. Terimakasihlah atas waktu ito menerima kami. Jadi sekarang kami mohon diri mau pulang ya.”

  28. maruhuta

    MANTAP kali bah. Sebuah Kisah Cinta Sejati yang sangat pantantis.
    SETIA SAMPAI AKHIR. CINTA mengalahkan segalanya. CINTA…….
    seandainya dijadikan SINETRON , pasti seru….
    Kenekatan KONYOL seorang Perjaka dan HARGA DIRI.

  29. suhunan situmorang

    @Farida Simanjuntak
    Selesai Ramadhan, kurasa lapo ‘bataknius’ akan dibuka lagi selama 24 jam. Di situ saja kita mabuk-mabukan ketawa, ya, ito. Jangan sedih, jadi nyesal nanti ‘amangboru’-mu ini.

    @Gelleng
    Sudah lama kutunggu email-mu, anggia… Tadinya kupikir kau tinggal di Jkt, ternyata di ‘steit’, padahal mau kuajak ngopi di ’sitarbak.’ Kutunggu pertanyaanmu. Kirim ke ssuhunan@hotmail.com

    @JoeS
    Bah…, ternyata, ada cinta yg terbengkalai di Surabaya sana, lae. Tapi, jangan sampai kayak cerita Diandra Narastiti yg menemui Paltibonar Nadeak itu, ya. Bisa gawat nanti. Cukuplah dikenang dan didoakan agar dia juga bahagia. Maukah lae mengisahkan padaku kenapa love story itu tak lanjut? Entah kenapa, aku selalu bergairah mendengar kisah cinta.

    @ Krisna
    Aku suka membaca kesimpulanmu…, cukup tiga kata.

    @Ompu Matasopiak
    Begitulah keinginan kawan-kawan par Samosir stlh membaca kisah ini. Mereka sesalkan, kenapa selama ini aku tak berusaha mempertemukan mereka. Kujawab, sejak peristiwa tsb, aku tak berani lagi ke Huta Ginjang; ada kesedihan yg dalam tertinggal di situ. Dan, andai tak jumpa Darmawan Situmorang, polisi di Polsek Gambir itu, mungkin kisah ini tak kutuliskan—apalagi sepintas sdh kumasukkan di novel SORDAM.

    @Par Bintan
    Saat itu memang sangat menggemparkan, anggia. Kerabat kita Sipitu Ama di Pangururan, Palipi, Urat (sebagian besar sudah alm) sangat kompak, bersatu-padu, persis hubungan saudara-sekandung menangani kasus tsb. Mereka seakan mau perang suku! Tapi, hatiku justru berpihak pada namboru kita dan si B***Sagala itu. Terakhir, sekitar dua tahun lalu aku menemuinya.

    @Desy Hutabarat
    Jadikan bahan permenunganmu saja, ya, bere. Semoga kau temukan kisah cinta yang membahagiakan.

    @Sorta
    Tak kumaksudkan meneteskan airmatamu, ito… Bah! Sudah seperti kalimat pembuka artikel “Di Maliboro”, he-he-he. Trims ya.

    @ itikkecil
    Kurasa jawabnya, karena kita, masyarakat, terlanjur meyakini bhw (hubungan) percintaan yang benar dan wajar, hanya milik orang-orang yang dianggap normal—pdhl, kriteria ‘kenormalan’ dan ‘wajar’ itu, menurutku tak absolut.

    @Dian Sidauruk
    Akupun pengagum Chairil Anwar, lae. Dialah penyair favoritku. Ternyata lae alumni SMPK Budi Mulia? Bah, aku sempat dua bulan di situ. Akhirnya keluar krn tak tahan dng disiplinnya yg kelewatan, sekolah dua kali sehari! Kapan main di danau Toba dan menjelajah Samosir? Masak belajar terus dan tinggal di asrama pula? Kutinggalkanlah sekolah yang sangat bagus itu. (Dasar pemalas dan tukang main, he-he-he…). Tebakan lae benar, foto itu dijepret Jogi di atas Lbn. Lintong. Bangunan rumah adat itu adalah gereja Katolik di belakang BM —pernah diliput Indosiar dlm acara paskah. Lae, dulu kami sangat akrab dng Pastor Debet (benarkah itu namanya?), ke mana-mana dia pergi selalu naik sepeda motor besar (kami bilang ‘borongpit’) dan yacht-nya yg bagus itu.

    Jadi, lae pernah juga ke LP itu? Tak jauh dari situ rumahku, kenapa dulu lae tak mampir biar kukasi teh manis dan roti ‘ketawa’ yg keras digigit itu?

    Margaku pun sudah ikut lae terjemahkan, ya: “Silebihterang”. Amang tahe, lussu kali laeku ini bah…, pingin aku ketemu, bercanda habis-habisan (aku sangat suka humor, lae, biar tak mudah sakit jiwa, apalagi kehidupan di Jkt sudah semakin gila).

    @ Rim M. Na-70
    Lae ini selalu saza memuji-mujiku, tapi…., suka kali aku! (bah, tak ada malunya, he-he-he…). Kapan kita tarik lagu “Buah semangka berdaun sirih” itu? Akh, laeku ini, asyik mengumpulkan duit saza kesenangannya. Sesekali, mampirlah di warung kami.

    @Dane
    Akh, kezammm dan keterluan tuh (mantan) gadismu…, masak sudah 5 thn bercinta, diputus 8 hari menjelang pernikahannya, lewat sms pula! Tapi, mungkin pulsanya lagi abis saat itu…, he-he-he. Oya, sudah dapat gantinya? Semoga.

    @Yusnita
    Cari, tolong cari dulu dia ito di Google dan Yahoo. Kalau sudah ketemu, kasi tau ya.

    @Toga
    Masih perlu, lae, masih perlu…, beritahukanlah padaku.
    Kata-kata lae di bawah itu menggetarkan jiwaku. Aku memang sangat beruntung, selama ini selalu “dipasu-pasu” dan dimanja semua Nainggolan, Sinaga (ompung boru), Lumbantoruan (karena ada padan dng Situmorang Lbn nahor, mereka ‘tulang’ kami).

    Ah, indah nian memang nilai-nilai adat kita itu ya lae…Rugi besarlah mereka yg mengabaikannya.

    @anton saragih
    Kayaknya, ada cerita yang sangat menarik, lae. Tulislah, samarkan nama-namanya. Kutunggu.

    @Robinhood
    Ini bukan penjahat dermawan dari Nottingham itu kan? Apakah lae marga Rajagukguk? Seingatku, tetanggaku di Tajur dulu, ada yg pindah ke Sumatera Timur. Email-lah aku lae, biar cerita ttg Pangururan yang—seperti kata lae—tak terlupakan sepanjang hidup.

    @Spociis
    Apa yg terbangkitkan itu lae? Bukan bulu-bulu di dada lae kan? He-he-he…

    @Nina
    “Kujae kam turang?” Cuma itu bahasa Karo yg bisa kuucapkan, he-he-he…Oya, keyboard PC-mu nggak sampai basah kan? Rusak nanti.

    @merdi sihombing
    Dari dulu, laeku yg satu ini, pelit banget memberi komen. Asyik jalan-jalan terus kerjamu? Banyak kali uangmu, ya?

    @icat marbun
    Akupun demikian lae, apalagi bila “rekaman” menjemput namboru-ku itu tiba-tiba muncul di pikiran—membuatku traumatis hingga tak mau mengunjungi desa Huta Ginjang yg indah itu. Orang Medan bilang, ‘yang tak teganya awak menceritakan yg sebenranya.’ Si BS itu babak belur “ditunjangi”, lae. Maramangoiiii…minta ampun; berlinang-linang airmataku di mobil pick-up itu, sampai ditegor salah seorang amanguda itu: “Ai boasa gabe ho tangis, kedan?”

    @muh andre reberta
    Kenapa nggak pernah pake nama Kashmir-mu yg cantik itu, Uda, eh Lae? Penggemar K.Gibran juga ternyata. Sama.

    @SMN
    Abisss…, kata lae, udah capek ketawa-ketiwi, sampai teman lae di kantor keheranan. Jadi kupikir, kuselingilah dulu dengan sebuah cerita kesedihan, biar laeku SMN ini tak senyum-senyum sendiri di Kuala Lumpur. Sudah semakin ramai lapo kita itu, ya. Mainkan lae, piltikma torus hasapi i …

    @Sinaga Bonor
    Lae Jarar is ‘rittik’, and tulang Suhunan is ‘nyaris rittik’. He-he-he…
    Jadi sudah di Jerman sekarang lae? Hebat kali ya… Terus, kalau nanti lae pulang ke Sumatera, jadinya bawa boru Jerman atau boru Arab?

    @Deny Sitohang
    Kau benar, anggia, itu memang tulisannya lae Jarar, kok. Dia tulis namaku sbg penulisnya utk menyenangkan hatiku saja-nya itu. Tapi perlu hati-hati kau dek, Siahaan yg satu ini pandai menyenangkan hati orang tapi galaknya minta ampun kalau tak suka. Agak-agak ‘daratinggion’ gitu. Tengoklah dari kumisnya itu, sudah kelihatan kan dia orang galak? Ih…, takut aku bah.

    @maruhuta
    Benar lae, dia memang nekat, tapi kuarasa bukan konyol. Mungkin lebih tepat disebut lugu. Buktinya mereka tdk melarikan diri ke tempat yg jauh, malah ke kampungnya. Gampanglah dilacak.

  30. Par logu 2

    ah..tahe..terharu aku membacanya…tapi kenapa RS gak tanya ke bapaknya sendiri…bagaimana kelanjutan hukuman si BS dan kapan bebas nya…? terus mereka bisa ketemu lagi ..pacaran lagi..dan menikah..kan mantab tuh…

  31. tonggo

    Terus terang, membaca cerita ini seperti masuk ke dalam. Satu yang kusuka dari cerita ini, perempuan Batak adalah perempuan yang tidak bisa ditawar-tawar soal cinta. Sekali cinta, tetaplah cinta. Aku pikir, itu yang ingin disampiakn Tulang Suhunan lewat kisah realis di Tanah Batak.

    Applaus buat Tulang Suhunan…
    Mantap kali senyum Tulang di foto di atas itu… Segan kali awak jadinya. Hahahaha..

  32. marudut

    Datangnya cinta memang tak pandang bulu.
    10 Tahun saya habiskan tak bermain-main dengan cinta..
    Ternyata 10 tahun itu hanya tak bermain-main dengan sebuah ikatan.
    Saat aku tak lagi terikat.. cinta demi cinta tumbuh satu persatu.
    Membedakan mana suka, mana sayang, dan mana cinta bukanlah hal yang mudah.

    Haruskah cinta menyisakan derita? Ah, Tulang memang aku belum pernah ngerasain seperti Tokoh cerita di atas. Belum pernah dipukulin, tapi sebuah penolakan pun pernahnya kurasakan. Cap men cap dari zaman 34 tahun belum benar2 hilang di jaman ini. Tak kala sebuah masa depan mulai terbit seiring dengan itu pula pengakuan itu datang, dibalik kelabunya penolakan identitas yang melekat dalam diri.

    What’s in a name? That which we call a rose
    By any other name would smell as sweet.

    Gimana pun Bapakku, Abangku, Adikku, Kakakku.. aku tetaplah aku seperti juga KAU!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

    (sorry Lae JJ jadi melo aku baca true story nya Tulangku yang baik ini)

  33. Panurat22

    Benar-benar Romeo and Juliet from Pulo Samosir… Tragis dan sangat sedih membaca true story ini… Semoga namboru RS selalu menjalani kehidupan ini di dalam Tuhan.

    Sedih kali aku lae Suhunan membaca jeritan namboru RS kala kejadian itu… Sampai-sampai dia rela “dimatikan”, asal cintanya dikembalikan… Oh, betapa mulia dan indahnya yang bernama “cinta”.

    Oot dikit…
    ada yang minat mau memfilmkannya? True story yang sangat patut diangkat ke layar lebar agar menjadi pembelajaran bagi orang lain.

  34. rita tambunan

    horas bang sunan aku rita tambunan adek kelas aduh kita bisa ketemu juga disini senang membaca artikel2 abang ……weeeleeeh aku sudah ketinggalan jauh tapi tak apa. di BANG aku sekarang banyak belajar dari boruku namanya eva pangaribuan smt 5diFH UI aku kenalkan tulisan abang.Sebenarnya hatikecil ini ingin terus belajar tapi kegiatan sosial menanti dan hepeng untuk sekolah anak .Bang membaca tulisan abang aku teringat masa2 kuliah 20th yang lalu nostalgia…..nih..yeee
    SUKSES UNTUK ABANG TUHAN MEMBERKATI
    SALAM UNTUK EDA DAN KRESIUS SITANGGANG.

  35. Pandapotan MT Siallagan

    @Spociis
    Apa yg terbangkitkan itu lae? Bukan bulu-bulu di dada lae kan? He-he-he…

    @ Suhunan

    Ini mungkin yang disebut asosiasi itu. Yang terbangkitkan itu, ya asosiasi itu, Laeku. Kupikir hampir semua orang pasti mengalaminya. Setiap kali berhadapan dengan kisah cinta yang menyentuh, baik novel, cerpen, film, sinetron atau kisah nyata, seseorang akan terlibat dan mengandaikan diri terlibat dalam kisah itu. Kesedihan bahkan sering ditarik sebagai pengalaman diri sendiri, bahkan tak jarang langsung terkenang pada kisahnya sendiri, sehingga ada yang sampai menangis.

    Aku, misalnya, langsung terlempar ke masa lalu, bergulat dengan tragedi cinta laluku, usai membaca kisah yang mengharukan ini. Luar biasa. Sudahlah gaya berceritanya mantap, materi kisah pun menakjubkan.

    Di sana ada ‘wartawan gadungan’, lelaki kecil yang mulai berpikir tentang hidup, bergulat dengan malam, berhadapan dengan kekerasan. wah, aku jadi pingin tahu bagaimana peristiwa itu mempengaruhi perkembangan psikologi lae, yang saat itu sudah mulai ‘meraba-raba’ identitas.

    Lalu ada kemarahan, luka, cinta, dendam, malam, bukit, jalanan berbatu, danau, dingin, angin, gigil, tentara, polisi, adat. ahh..! Rupanya adat bisa juga ya sejalan dengan tentara dan polisi, bersama-sama memberangus cinta. Hehehe. Nah, meski jauh di desa nan kecil di pebukitan pulau Samosir, kisah ini adalah representasi otoritarianisme Orba, yang waktu itu mungkin baru saja merecup.

    Bermula dari adat, yaitu kekerabatan (yang patriarkal itu): Situmorang. Situmorang (baca: adat) inilah yang ‘lahir’ jadi polisi, tentara, sipir atau apa pun itu. Tapi Situmorang (baca: adat) ini yang membawa cara-cara tentara dan polisi ke urusan adat. Bah, 34 tahun lalu sudah kompleks persoalan kebatakan itu. ah, lae, jadi capek aku memikirkannya.

    Yah, kisah ini memang tragis. Suhunan beruntung bukan karena mampu menceritakan ini dengan baik. Suhunan beruntung karena punya pengalaman itu, ingatan itu, sejarah itu, kenangan itu. Jujur, aku iri kepada orang-orang yang memiliki kisah-kisah luar biasa seperti ini. Sebab aku tak punya ingatan apa pun kecuali ladang dan sungai. (sayang kali lae, kok ga dinovelkan saja, ini bisa menjadi novel yang sangat kaya. apalagi psikologi ‘wartawan gadungan’ itu diekplorasi secara jujur, aku yakin pasti mantap. hehe)
    Akhirnya, inilah kisah tragis yang bukan melemahkan, melainkan membangkitkan. Kebangkitan yang kemudian memunculkan keriangan. Maka, dalam semua peristiwa yang dirontokkan cuaca dan sejarah, aku hanya bisa bilang, “Keriangan harus tetap dijaga, sebab keriangan adalah alat mempertahankan hidup dari kepedihan.”

    Kupikir, keriangan yang tak terpahami itulah yang meresap ke dalam hati RS sepanjang peziarahan dan kerelaannya atas takdir itu. Dan dia bertahan dalam lintasan waktu yang mungkin tak pernah lagi dihitungnya. Itulah passion dalam hidupnya yang ’sunyi’. Itu makanya kubilang sedafff..!

    Syabas bah!

    @ Lae Jarar, sebetulnya aku ingin sekali membuat catatan khusus, semacam resepsi atas kisah ini. Tapi jadi lumpuh hati dan tanganku. Habis aku pun ikut sedih. Begitu sajalah dulu. Horas1

  36. suhunan situmorang

    @ Par logu 2
    Bah lae, aku ini spesialis logu 2. Lae logu 5 aja, ya. Sejak peristiwa itu, ompung-ku, orangtua RS, syok, menutup diri, dan tak lama kemudian pindah dari Pangururan–kami sangat kehilangan. Mungkin hal yg sama pun akan dialami dan dilakukan orangtua lain bila menghadapi kasus semacam.

    @Tonggo
    Pintar kali kau menangkap ‘pesan’ dari kisah tsb, laeku. Itulah salah satu yg kusuka dari diri dan pemikiranmu. Tepuk tangan untuk Tonggo. He-he-he…

    @Marudut
    Bere-ku yang baik, cerdas, ganteng, dan tangguh, seperti yg pernah aku bilang: yang dicintai tubuh tak berarti sudah dicintai jiwa. Tidak semua orang bisa mendapatkan kekasih jiwa (rokkap ni tondi), walau ia menikahinya hingga beranak-bercucu. Kendati pahit, beruntunglah dirimu karena masih ada waktu untuk mencari dan menemukan kekasih jiwa itu. Sayangnya tak ada ilmu khusus atau buku panduan utk mengetahui tanda-tanda sang kekasih jiwa itu; tapi bisa kau rasakan dan diraba sanubarimu. Buktikanlah, temukanlah…

    @Panurat 22
    Bila ada pemodal, lae mau menuliskan skenarionya? Soalnya, sudah ada teman yg nantangin. Kapan kongkow lagi lae?

    @rita tambunan
    Bah…, kok tiba-tiba kau ada di sini, boru Tambunan? Terperanjat aku. Dari siapa tahu blog ini? Kau kan sudah mamak-mamak? Masak mamak-mamak main internetan? Bukannya kesenangannya arisan, ke mall dan salon? Uruslah lae dan bere-bere itu, jangan ikutan-ikutan sama “orang-orang gila” di BatakNews ini. He-he-he… Hebat kau ya, anakmu sudah kuliah. Masih kau ingat masa lalu itu? Hampir semua perpustakaan, toko buku, kaki lima, kita jelajahi dan jadikan tempat diskusi, nyatanya tak kau praktikkan! Sayang betul ilmu yg susah payah kau pelajarin itu, walau kau dapatkan imbalan yg sangat luar biasa: suami yg baik, anak-anak yg sehat dan cerdas.

    @ JJ Siahaan: boru Tambunan ini dulu salah satu mahasiswa bimbinganku yg sangat cerdas, kritis, gigih, full-semangat kalau belajar. Ompung dan orangtuanya dari Balige, boru ni namora di Jkt alai naburju jala naserep marroha do itoan on. Alai dung muli ibana tu lae si Pangaribuan, pintor dibolokkon puang sude akka ilmuna termasuk bahasa Bolanda nai. (Tak usahlah kuterjemahkan ya, utk kita berdua saja, he-he-he… ;)

  37. hmcahyo

    COOL POSTING! BRAVO!

  38. Radja Bakkara

    horas lae..
    tangis au manjaha i ..kisah na tragis,mantap..teringat kisah setahun yang lalu..kala aku harus dipisahkan sama mantanku,hanya karena adat yang berbeda..ehm..4 tahun kami bersama ..tapi? ya udahlah..semoga dia bahagia,kalau aku ,sampai mati pun aku tak bisa “melupakanmu”..

    semoga “cinta” semakin menyatukan siapa saja didunia ini….
    amngoi amang..nasibni hallak i dah…

    salam sian au
    Bakkara nomor 16
    Pematang Siantar

  39. suhunan situmorang

    @hmcahyo
    Terimakasih, kawan, kian menambah semangat agar terus menulis. (Foto anaknya, ya? Menggemaskan. Aku fans berat anak-anak, khususnya balita! Seiring pertumbuhan anak-anak di rumah, sering kukatakan pada istri: amat kehilangan sebuah kesenangan yg tak terkira nilainya karena tak lagi punya anak kecil yg bisa digemes-gemesin. Bontotku, 9 thn, tak mau lagi diperlakukan kayak anak kecil. Nanti Mas akan merasakannya… ;)

    @Radja Bakkara
    Ternyata asyik juga menulis kisah cinta, mencuatkan banyak curhat, salah satunya dari lae. Semoga lae pun bahagia–tak hanya si dia.

    @ Pandapotan MT Siallagan
    “…aku jadi pingin tahu bagaimana peristiwa itu mempengaruhi perkembangan psikologi lae, yang saat itu sudah mulai ‘meraba-raba’ identitas.”

    Sebuah pertanyaan yg sungguh tak mudah dijawab. Tapi sebelumnya harus kukatakan, ‘blog’, ternyata memang punya keistimewaan yg (sampai saat ini) tdk mungkin dimiliki media lain–membuatku lebih bergairah mengungkapkan sesuatu, yg tipis peluangnya dimuat bila diajukan ke media konvensional. Salah satu kelebihan blog itu adalah: adanya kemungkinan tanggapan “seketika” dari pembaca, yg substansinya tak terduga, tak terpikirkan, juga mengejutkan–salah satunya tanggapan balik dari lae Siallagan di atas.

    Bagiku, yg dialami RS dan BS, ternyata tak sekadar sebuah kisah percintaan yg tragis. Ia telah menyisakan luka, juga menjadi ‘buku tua’ yg mengajariku agar tak menyepelekan kemelut yg menghinggapi tiap jiwa. Setidaknya tak mudah lagi menganggap cinta, asmara, rasa suka pada seseorang, sebagai fenomena biasa. Dlm berbagai hal, ternyata ada misteri (aku suka sekali menggumuli ‘misteri’ ini) yg melingkupi dan membayangi perjalanan tiap individu, spesifik, memiliki keunikan tersendiri.

    Sering dikatakan, setidaknya menurut anutan umum, rasa cinta harus juga diimbangi nalar, rasio, dan sejumlah pertimbangan lain. Tetapi ternyata tak semua orang bisa menggunakan dan berhasil menjadikannya jadi benteng pertahanan. Rasionalitas dan pertimbangan lain yg tak kalah fundamentalnya (seperti keyakinan/agama), acap kalah–dan ‘perasaan aneh’ yg disebut asmara itu sering jadi pemenang.

    Bagiku, pelajaran penting dari peristiwa di atas, menjadi pengingat agar tak lancang mencerca seseorang yg dianggap menyimpang dari jalan yg biasa ditempuh orang-orang kebanyakan–misalnya, yg menikahi penjaja kenikmatan seks, manusia bertubuh dan berindra tak sempurna, dan yg harus mengubah keyakinan/agama demi seseorang yg dicinta. Tak lancang lagi men-judge perbuatan semacam: ’salah’, ’sinting’, atau ‘dosa’. Pelajaran lainnya, kian menyadarkan betapa kita (setidaknya orang Timur), tak mudah membebaskan diri menempuh pilihan dan kehendak yg paling hakiki. Sejak lahir, setiap person sudah dikurung keinginan orang-orang di sekitar (orangtua, keluarga, dll), norma-norma, aturan-aturan (adat dan hukum), sistem nilai masyarakat, termasuk doktrin agama. Banyak benarnya pendapat Driyarkara itu: perjalanan hidup manusia ibarat burung yg terbang dng sayap yg luka. Tak ada kebebasan absolut utk mengaktualkan diri atau melakukan apa saja yg ingin dilakukan.

    Luka RS dan BS itu, sedikit banyak telah ikut menambah luka bagi diriku. Kendati usia terus merambat, luka tersebut belum seluruhnya tersembuhkan. Sebagaimana kusampaikan pada Ompu Matasopiak, luka tsb kuabadikan sekelebat di novel SORDAM; ketika sang tokoh cerita mengecam dirinya yg tak berdaya membuat keputusan penting untuk dirinya: mengawini kekasihnya dengan konsekwensi akan menimbulkan kekecewaan bagi ibu yg disayanginya, atau tak peduli apapun yg terjadi demi perempuan yg juga amat dikasihinya. Sebuah pergumulan yang, sebetulnya, jamak terjadi di sekitar kita. Selama ini, luka RS dan BS itu telah kubalut rapat, nyatanya pertemua dengan “amanguda” Situmorang anggota polisi yg ternyata sepupu langsung RS itu, membuat luka itu menganga kembali. Agar tak terlalu pedih, meminjam Toga Nainggolan/Nesiaweek, perih sekian puluh tahun lampau itu kucatat lagi, kubagikan pada pembaca blog ini.

    Terus terang, saya kagum dengan analisis lae; terimakasih telah menjadikan artikel tsb tak sekadar bacaan iseng.

    Sedikit info: Tak sama persis kejadiannya, pengamalaman RS dan BS itu telah mengilhamiku menulis novel kedua, namun karena desakan tanggungjawab harus menafkahi keluarga (sebab menulis belum bisa dijadikan profesi yg layak utk membiayai hidup), juga faktor suasana hati yg tak mendukung, ditambah godaan blog-nya JJ Siahaan ini, naskahnya baru bisa kuketik dua puluhan lembar. Semoga mampu kulanjutkan dan tak asal jadi.

  40. Panurat22

    @ Suhunan Situmorang
    - Melihat kekuatan ceritanya, pasti maulah lae aku menulis skenarionya. Kalo bisa kita garap berdua saja biar lebih kuat dan “roh” dramtiknya dapat banget… Kalo memang udah ada yang nantangin, kenapa enggak, gitu lho!…

    Cerita ini sungguh kuat dramatik dan konfliknya, apalagi true story lagi. Jika difilmkan, saya yakin pasti bagus ditambah view danau Tobo yang indah. Saya tunggu kabar dari lae…

    Mauliate lae Jarar, karena aku sama lae Suhunan numpang oot di sini…

  41. Bachtiar dot stmr

    Tragis juga cerita namboru kita itu ampara, tolonglah sampaikan salam & gbu

  42. prado

    BS pulanglah………
    jangan biarkan orang banyak menunggumu……
    RS perjuangkan cintamu……

  43. Viky Sianipar

    Ngeri kali bang… gak brani aku membayangkannya… Kalo bang Tongam baca ini, pasti langsung bikin lagu… :)

  44. Par Bintan

    @suhunan
    Bang, kalau novelnya jadi, nanti saya mau organize launchingnya di Batam atau Bintan. Kalau bisa kita taja dengan latar musik batak dan lomba lawak batak. Dengan emce Desy boru Barat.

  45. ridwan simanullang

    @Par Bintan

    Akhirnya kata Sinaga ini kepada boru barat itu:

    “Jadi ido tutu ito. Mauliate ma di tikki ni ito manjalo hami. Sonari nungga boi mulak ma jo hami ateh”. (Jadi betul ito. Terimakasihlah atas waktu ito menerima kami. Jadi sekarang kami mohon diri mau pulang ya.”

    (Pasti Par Bintan terbengong pada saat Sinaga itu selesai mengucapkan ‘hata’ tsb)

    KWA…KWA… KWAK….KWA…KWA… KWAK….
    :d :p ( :| > :) :o

  46. Noni rumahole -- Batam

    Sungguh terlalu bah . . . , abang benar - banar JagO [ hebat ] untuk merampungkan ceritanya, toho do halak hita na malo
    SeLaMaT dA bang, sukses selalu ya’
    God Bless all n Horas ma tu sude

  47. Ridwan Simanullang

    Boleh kan punya pendapat yang agak berbeda?
    Perbedaan pendapat mestinya bukan menjadikan permusuhan.

    Kata kuncinya adalah mencintai tidak mesti memiliki dan ‘Life is Beautiful’.

    Secara umum, memang perlakuan yang memisahkan dua insan yang saling mencintai adalah sangat menyakitkan. Tetapi yang menjadi bahan pikiran buat saya adalah bahwa ito RS telah menyiksa dirinya dengan penantian yang sia-sia dan selalu meratapi masa lalu.

    Hidup adalah karunia Tuhan. ‘Life is Beautiful’ (seperti judul sebuah film yang saya kagumi). Dunia ini tidak akan pernah memiliki keadilan dan kebesaran hati diperlukan untuk menjalaninya tanpa ikut terjerumus atas ketidakadilan. Keteguhan hati dan cinta yang mendalam adalah prinsip yang agung, namun kita harus menyadari bahwa realita hidup harus bisa diterima dengan berbesar hati. Hari esok mestinya tidak harus disia-siakan untuk selalu merenungi masa lalu.

    Kisah di atas pun mungkin masih ada perbedaan dengan kisah ‘Juliet dan Romeo’ dan ‘Titanic’. Juliet dan Romeo adalah cinta di antara keturunan dua keluarga yang musuh bebuyutan dan dalam Titanic bahwa si nenek, yang menceritakan kisah Titanic, menikah nggak ya?

    Mungkin akan lain ceritanya, jika ito RS setelah beberapa tahun dalam penantian tanpa harapan kemudian dengan berbesar hati menerima realita hidup dan akhirnya menikah dengan laki-laki lain, memiliki kebahagiaan dengan suami, anak dan cucu.

    Alangkah indahnya kisah cinta tersebut, pada saat si nenek (ito RS) bercerita kepada cucunya dan mungkin menjadi sumber inspirasi buat keturunannya untuk selalu menghargai dan mencintai kehidupan dan tidak menyiksa diri atas kegagalan-kegagalan yang dialami dalam hidup.
    “Akan banyak kekecewaan dan kegagalan yang akan kau hadapi dalam hidupmu cucuku, ya kegagalan cinta, kegagalan cita-cita, kegagalan usaha, dll dll. Namun satu yang harus cucuku ingat bahwa hidup adalah karunia Tuhan yang tidak boleh disia-siakan dengan hanya meratapi masa lalu”. Bangkitlah dan hari esok penuh dengan kebahagiaan. Life is Beautiful.

    Sekali lagi, mohon maaf atas perbedaan pandangan tersebut dan bukan bermaksud menyudutkan ito RS atau menyangkal kisah yang diceritakan oleh Amang SS.

    Horas, mauliate

  48. Par Bintan

    @ridwan simanullang

    bengong, malu dan dongkol.

    akhirnya ada anggota polisi yang mendatangi boru barat itu. Dengan gaya pendekatan yang mirip buser (buru sergap) dalam tempo kurang dari tiga bulan boru Barat dan polisi itu sudah menikah di gereja.

  49. Par Bintan

    @ ridwan simanullang

    Selain Life is Beautiful ada beberapa judul film yang berceritakan tentang cinta, keluarga dan penderitaan hidup dengan setting suasana awal perang dunia kedua di eropa.

    Mengenai pandangan lae, memang lain orang lain pula pandangannya tentang cinta. Namboru saya ini mungkin yang dibilang parroha sada (orang yang tidak mau berubah prinsip).

    Kalau saya sih setuju sama lae. Seperti motto Kodam Bukit Barisan “Patah tumbuh hilang berganti”. Tapi bukan motto Kodam Siliwangi “esa hilang dua terbilang”. Poligami jadinya….

  50. suhunan situmorang

    @ Bachtiar dot stmr
    Salammu akan kusampaikan, appara. GBU.

    @Prado
    Jangan-jangan BS itu sudah…., akh semoga belum.

    @Viky Sianipar

    Kau saja yg bikin lagunya, Vik, liriknya buatan JJ Siahaan–ahli percintaan juga kawan itu, di masa remajanya banyak surat-surat cinta ia layangkan ke berbagai gadis remaja di Balige.

    @ Par Bintan
    Wah, ide yang mantap kali itu, anggi naburju. Sekalian melihat pantai Bintan yg cantik itu. Akan kuusahakan agar naskahnya selesai. Terimakasih atas tawaranmu.

    @ Noni rumahole
    Mauliate da…

    @ Ridwan Manullang

    Boleh kali pun lae, kita berbeda penilaian. Sebenarnya dalam percakapan kami dengan sepupunya yg polisi itu pun ada pikiran seperti yg lae utarakan: kenapa ya tak diupayakannya melupakan masa lalu dng si BS itu lalu memulai kehidupan yg baru dengan mengalihkan cinta ke lelaki lain, misalnya. Tapi, rupanya, begitulah lae. Kelihatannya RS lebih “senang” mengabadikan cinta di hatinya itu, meskipun pahit tapi memberi “kenikmatan” bagi dirinya. Mungkin pula krn ia tak yakin akan bisa merasakan getar yg sama dari pria lain, atau sebetulnya mengharapkan namun tak datang-datang, sementara tak terasa, usianya kian tua.

  51. Jekson Sinaga

    @ Ridwan Simanullang
    Pendapat lae ada benarnya, bahwa kita tidak boleh meratapi masa lalu dan hidup dalam bayangan masa lalu hingga menyebabkan penderitaan pada diri sendiri.
    Tapi kalo yang aku tanggkap dari cerita diatas, ito RS cukup bahagia dengan keadaannya saat ini.Terbukti saat disinggung mengenai BS langsung tersenyum. Berarti dia tidak meratapi masa lalunya yang pahit dan hidup didalam kepahitan itu.
    Seandainyapun RS menikah, tapi bukan atas kehendaknya(misalkan karena didesak keluarga atau karena malu dianggap ga laku) belum tentu juga dia bahagia.
    Hidup itu memang indah lae, tinggal bagaimana kita menikmatinya. Dan salah satu cara menikmatinya mungkin seperti yang ito RS tunjukkan, tetap menunggu sang pujaan hatinya dengan tersenyum dan penuh cinta….

  52. Rita tambunan

    Horas bang JJ Siahaan aku agak lupa lupa ingat ,tolong bang ingatkan aku soalnya aku ini sudah mulai PIKUN…

    Aku jadi kaget dan agak tersanjung atas tanggapan abang Suhunan dan abang JJ Siahaan.Kembali aku teringat akan masa-masa kuliah 20 th yang lalu
    Kalaulah waktu bisa diulang ,rasanya aku ingin mengulang lagi .Aaku lagi sentimentil …niiihhhh yaaa minimal aku punya cerita untuk anak-anakku dan mereka membaca tanggapan dari seniorku.
    Terima kasih atas tanggapannya yang membuatku kembali semangat untuk membaca hal-hal yang sudah lama kutinggalkan.

  53. Logiman Situmorang

    Ago amang andaikan au salah satu dari pasangan i ,hudabuhon mana diriku sian uludarat na disamosir i sahat tu tao toba i marguling-guling .
    Songoni haccit ma diae halaki akka namarsihaholongan i ,alai ala ngamarUgamo hita mudah2an gabe pelajaran ma dihita saritoni Amanguda SS i bah,Maju trus yah uda SS………kami msh tgu karya2 uda yang lain……..

    annon molo jadi novelnya au tusi martiga-tiga hon uda setiap onan dihita an manang di Batam ,bintan hami padua dohot uda par BIntan martiga-tiga Novel sahat tujabu jabu diantar hami kwakwakwa………….

  54. sofitje

    Maha dahsyat cinta ……………
    cinta sejati tidak akan pernah mati……………

  55. hasianmu

    dison do au hasian didia do ho